Siapa yang tak kenal dunia ini? Tempat di mana segala makhluk hidup ciptaan-Nya berpijak. Manusia, salah satu makhluk hidup ciptaan-Nya. Manusia hidup di dunia tak hanya berdiam diri saja, di dunia ini manusia akan mengukir kisah dari lahir hingga kelak usianya lenyap.
Daftar Isi
Terlahir di Tanah Kampung
Nama saya Rolif Refo Ferdian, panggil saja Rolif. Saya lahir tepat pada saat Indonesia reformasi, 15 Mei 1998 di Sukoharjo, Jawa Tengah. Saya lahir di rumah kakek yang terletak di dusun Guyangan, salah satu dusun di kabupaten Sukoharjo.
Dusun Guyangan yang terletak di kecamatan Lawu adalah salah satu dusun terpencil di kabupaten Sukoharjo, kabupaten yang termasuk dalam wilayah Surakarta atau Solo.
Pada saat saya lahir memang bertepatan dengan tragedi reformasi 1998, saat presiden Soeharto dilengserkan dari jabatannya. Demo terjadi juga di kabupaten Sukoharjo, salah satu gedung yaitu gedung teater terbesar se-Asia Tenggara telah dibakar habis oleh para demonstran.
Saat saya lahir bapak saya masih dalam perjalanan dari Cirebon menuju Solo. Saat itu bapak saya menaiki bus, karena di Sukoharjo masih terjadi keributan bus yang dinaiki oleh bapak saya hanya berhenti sampai di Solo. Pada akhirnya bapak saya turun di Solo dan menginap satu malam di hotel. Keesokan harinya baru bapak saya berangkat kembali menuju kampung.
Karena tragedi itu lah nama saya disisipkan kata “Refo”, yang bermaksud Reformasi.
Perjuangan Sang Pemimpin
Kisah ini bukan menceritakan tentang seorang presiden atau raja, melainkan menceritakan seorang Bapak rumah tangga. Mengapa saya sebut pemimpin? Karena beliau yang memegang segala tanggung jawab di dalam keluarga.
Dian Ngadiyanto, nama bapak saya. Beliau lahir pada tanggal 01 Mei 1969 di Sukoharjo, Jawa Tengah. Bapak saya hanya berpendidikan sekolah dasar, sejak usia 18 tahun bapak saya sudah berpijak di tanah rantau di Cirebon, Jawa Barat.
Di Cirebon, bapak saya berjuang mengadu nasib. Memulai usahanya berjualan bakso dengan berkeliling mendorong gerobak. 3 tahun sudah usaha itu beliau jalani dan pada akhirnya mulai berkembang yaitu bapak saya dapat menyewa sebuah ruko.
Terhitung 28 tahun bapak saya menekuni usahanya hingga kini. Suatu pepatah yang mengatakan hasil tak akan berkhianat pada usaha dibuktikan oleh bapak saya. Perjuangan kerasnya dulu kini telah melimpahkan hasilnya.
Sampai Jumpa Tanah Kelahiran
Sejak usia 1 tahun saya sudah dibawa oleh ke Cirebon, tempat bapak dan ibu saya merantau. Kala itu bapak dan ibu saya tinggal di sebuah rumah yang statusnya masih kontrak.
Pada tahun 2004, bapak saya membeli sebuah rumah dan alhamdulillah pada akhirnya kami sekeluarga dapat berpindah ke rumah yang telah bapak beli.
Merah Putih Seragam Ku
Merah putih seragam ku? Siapa yang tak kenal seragam itu? Seragam yang juga sebagai ikon sekolah dasar di Indonesia.
Karena saya tinggal berdomisili bersama bapak dan ibu di Cirebon, saya harus menuntun ilmu di Cirebon juga. Saya memulai pendidikan di sekolah dasar saat usia 6 tahun.
Kala itu saya duduk di bangku Sekolah Dasar Negeri 3 Arjawinangun, salah satu sekolah dasar di kecamatan Arjawinangun, Cirebon. Hingga usia 12 tahun saya berorientasi pada pendidikan sekolah dasar.
Biru Putih Ku di Pesantren
Setalah lulus dari sekolah dasar saya melanjutkan pendidikan menengah pertama di salah satu pesantren di Cirebon, yaitu Pesantren Tahfidz Qur’an Terpadu Al-Hikmah. Prospek melanjutkan pendidikan ke pesantren adalah pilihan saya sendiri.
Al-Hikmah menjadi rumah kedua saya. Di sana saya bertemu teman-teman yang berasal dari berbagai daerah, seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Sumatera, Kalimantan, Papua, dan masih banyak daerah lainnya.
Di pesantren ini saya mulai menghafal Al-Qur’an. Saat awal saya memang sulit untuk beradaptasi, namun setalah satu hingga dua bulan ke depan saya perlahan dapat beradaptasi di lingkunga pesantren ini.
Berteman dengan orang-orang yang berasal dari berbagai daerah memang sangat berkesan, mana kala kita harus bersikap toleran terhadap budaya masing-masing teman kita.
Sebaik-baiknya karakter santri pasti ada buruknya. Namun keburukannya masih dalam skala wajar, seperti jail, keluar tanpa izin atau kabur, bolos mengaji dan sekolah. Tetapi jika beberapa keburukan itu belum pernah kita lakukan saat menjadi santri hidup kita di pesantren ini seperti lurus saja tidak ada yang berkesan, hambar.
Kabur, hal yang sudah umum ini memang sangat tidak boleh dilakukan di pesantren manapun. Saya pernah melakukan itu, saya tahu itu memang negatif tapi saya penasaran untuk mencobanya demi mendapatkan pengalaman baru.
Saat ujian nasional tiba, masa saya duduk di bangku sekolah menengah pertama ini akan habis. Pada tanggal 4 April 2013 adalah hari pelaksanaan ujian nasional. Selama masa ujian nasional dilaksanakan para santri kelas 7 dan kelas 8 dipulangkan sementara.
Banyak hal yang ceroboh saat itu. Saat hari pertama ujian nasional saya dan teman-teman yang lain kehabisan persediaan alat mandi. Segala cara kami coba hanya untuk mandi pagi, dari mencari sisa-sisa alat mandi milik kelas 7 dan 8 di asramanya dan memakai cairan pembersih yang ada, seperti detergent, sabun batang yang dipotong untuk beberapa orang, memakai sabun pencuci piring, dan bermacam-macam lainnya.
Rihlah, tepat satu bulan setelah dilaksanakannya ujian nasional saya dan teman seangkatan berlibur ke Solo. Saat itu kita berangkat menaiki 1 bus travel yang telah disewa.
Rihlah dengan tujuan ke Solo adalah kesepakatan bersama. Dengan destinasi awal ke Taman Wisata Kebun Binatang Jurug, setelah itu dilanjutkan ke Pandawa Water Park Solo, kemudian tujuan akhir untuk hari pertama yaitu ke Keraton Solo dan Pasar Klewer.
Keesokan harinya kami melanjutkan destinasi ke Candi Sukuh Karanganyar, lalu setelah itu menuju Air Terjun Grojogan Sewu Tawangmangu. Hari kedua ini adalah hari terakhir berlibur dan setelah tujuan akhir Grojogan Sewu tadi kita beranjak pulang kembali ke pesantren.
Wisuda, dua minggu setelah rihlah akhirnya tiba saatnya acara wisuda atau pelepasan santri. Antara sedih dan senang saat itu. Sedih, setelah tiga tahun bersama namun pada akhirnya kami harus berpisah. Senang, kami telah berhasil menghadapi tantangan selama tiga tahun di pesantren.
Masih Ingin Menjadi Santri
Setelah lulus dari sekolah menengah pertama, saya berkeinginan untuk melanjutkan pendidikan menengah atas di pesantren lagi. Saya melanjutkan pendidikan di salah satu pesantren di Indramayu, Pondok Pesantren Darul Ma’arif.
Di Darul Ma’arif ini saya mengambil pendidikan sekolah menengah kejuruan dan mengambil program studi administrasi perkantoran. Saya memilih program studi itu karena sadar akan potensi yang saya miliki.
Satu tahu pertama saya di sekolah itu sangat suram. Predikat saya saya selama satu tahun itu sangat buruk, karena memang saya sering bolos pelajaran dan selalu izin tidak masuk tanpa keterangan.
Tahun kedua saya mulai mencoba memperbaiki diri. Saya berusaha memperbaiki kehadiran, memperbaiki nilai dan juga memperbaiki image saya di hadapan para guru. Target saya tahun kedua ini dapat meraih peringkat 3 besar.
Saya masih terus berusaha, namun harapan saya mendapatkan peringkat belum terwujud hingga semester 5 yaitu saat kelas 12. Harapan saya untuk mendapatkan peringkat sudah hampir habis, hanya ada satu kesempatan yaitu ujian nasional.
Setengah tahun terakhir saya lebih memaksimalkan lagi ikhtiar saya. Saya berusaha melengkapi nilai-nilai yang masih kosong, mengisi waktu luang dengan belajar, selalu bersikap baik saat di dalam kelas.
Sebelum ujian nasional dilaksanakan terlebih dahulu ada ujian kompetensi (ujian praktek kejuruan). Saya yakin akan potensi saya sendiri, target saya untuk menghadapi ujian kompetensi ini adalah mendapatkan nilai semaksimal mungkin.
Satu minggu setelah pelaksanaan ujian kompetensi akhirnya keluar pengumuman nilainya. Saya sangat bangga, nilai maksimal pun telah saya raih dan mendapatkan apresiasi dari ketua program administrasi perkantoran yang juga sebagai guru yang saya cintai. Terima kasih ibu Neah.
Satu bulan kemudian ujian nasional dilaksanakan. Setiap malam saya selalu berusaha belajar dan berdoa kepada-Nya agar diberi kemudahan saat mengerjakan soal nanti. Saat ujian berlangsung pun saya sempatkan untuk berdzikir kepada-Nya.
Saya yakin harapan terakhir ini akan menghasilkan mutiara. Orang tua juga berharap dan menuntut saya untuk meraih prestasi di akhir tahun sekolah ini. Dua minggu setelah ujian nasional saya mendapatkan pemberitahuan dari wali kelas, ibu Solehah.
“Rolif, selamat ya. Ibu bangga sama kamu, kamu sukses mendapatkan peringkat 2 di kelas dan peringkat 3 nilai ujian nasional tertinggi di sekolah”
Setelah mendapatkan pemberitahuan itu saya pun langsung menghubungi orang tua dan memberitahukannya melalui telepon.
“Assalamu’alaikum, pak, alhamdulillah saya dapat peringkat 2 di kelas dan peringkat 3 nilai ujian nasional tertinggi di sekolah”
Saya bangga, telah berhasil, membuat orang tua sedikit bangga, membuat bangga juga guru-guru yang telah mendukung saya, terutama ibu Neah dan ibu Solehah. Terima kasih pahlawan tanpa tanda jasa.
Menuju kehidupan yang lebih nyata
Masa setelah lulus sekolah menengah atas adalah pembuka masa kehidupan yang lebih nyata. Di mana kita harus memilih, ke manakah kita harus berjalan? Berjalan melanjutkan hidup, melanjutkan untuk pendidikan atau terjun untuk bekerja.
Saat awal saya memang ingin melanjutkan untuk kuliah, namun ikhtiar saya saat proses mencari sekolah kali jauh tak sebesar ikhtiar saya saat menghadapi ujian nasional.
Memang saya sudah berusaha daftar di mana-mana, namun usaha saya untuk belajar dan berdoa yang kurang. Selalu gagal, tak ada yang lolos satu pun. Tapi pada saat itu saya mendapatkan informasi tentang Sintesa, sebuah pesantren yang fokus pada bisnis online dan tahfidz Al’quran, saya pun tertarik.
Saya buka websitenya di internet dan mencoba untuk daftar. Prospek saya untuk melanjutkan ke sekolah manajemen memang tak ada harapan, tetapi setidaknya dengan saya mencoba daftar dan jika memang diterima di Sintesa saya mendapatkan wawasan bisnis.
Tanggal 4 Agustus 2016, hari pengumuman calon santri yang lolos. Alhamdulillah, setelah melewati beberapa tes seleksi saya pun masuk dalam daftar santri yang lolos.
Detik ini, menit ini, jam ini, hari ini saya sudah berada di Sintesa. Saya berkomitmen di sini untuk menjadi pribadi yang lebih baik, berguna dan bermanfaat bagi seluruh umat. Amin.
Mas sya kagum dengen cerita mas rolif.
Sya pun pernah di pesantren dan merasakan sama persis yg mas rolif rasakan ☺ teruslah berkarya mas…
Tengkyu bro…
Ntapss lip.